Murtado – Macan Kemayoran
Diambil dari buku “Cerita Rakyat Daerah DKI
Jakarta” terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1982.
Pada masa dahulu ketika Kompeni Belanda masih
berkuasa di Indonesia, di daerah kemayoran tinggallah seorang pemuda bernama Murtado.
Ayahnya adalah bekas seorang lurah di daerah tersebut. Karena sudah tua,
kedudukannya digantikan oleh orang lain. Murtado mempunyai sifat-sifat yang
baik, tidak sombong, baik kepada anak kecil, hormat kepada orang tua dan
senantiasa bersedia menolong orang-orang yang mendapat kesusahan. Di samping
itu dia tekun menuntut ilmu agama, mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan lainnya
seperti ilmu bela diri dan sebagainya. Oleh karena sifat-sifatnya yang terpuji
itu, maka Murtado disenangi oleh penduduk di kampung tersebut.
Ketika itu, keadaan masyarakat di daerah Kemayoran
tidak tenteram. Penduduk selalu diliputi rasa ketakutan, akibat gangguan dari
jagoan-jagoan Kemayoran yang berwatak jahat ataupun gangguan dari jagoan daerah
lainnya yang datang ke daerah ini untuk mengacau atau merampas harta benda
penduduk, kadang-kadang mereka tidak segan-segan membawa lari anak perawan ataupun
istri orang yang kemudian diperkosa dan kalau melawan disiksa dan dibunuh.
Penduduk di daerah itu kebanyakan merupakan
petani-petani kecil, di samping itu ada juga berdagang kecil-kecilan seperti
membuka warung kopi dan sebagainya. Akibat gangguan-gangguan keamanan ini,
banyaklah warung-warung mereka ditutup, sehingga mereka jatuh melarat dan
menjadi bangkrut. Di samping gangguan keamanan itu, pihak kompeni sebagai
penguasa turut menyusahkan mereka dengan jalan memungut segala macam jenis
pajak kepada rakyat. Di samping itu juga mereka diwajibkan menjual hasil
buminya kepada kompeni dengan harga yang murah sekali. Kemudian mereka juga
diperas oleh tuan-tuan tanah bangsa Belanda dan Cina yang memungut sewa tanah
ataupun rumah dengan semaunya saja tanpa belas kasihan.
Selain itu penguasa baru yang disokong kompeni
sebagai kakitangannya yaitu orang pribumi sendiri ialah Bek Lihun dan Mandor
Bacan telah turut pula bertindak sewenang-wenang seperti merampas harta
rakyat, merampas istri-istri orang ataupun anak perawan yang diculik, dikawini
dan diperkosa. Tindakan mereka berdua sangat kejam dan mereka hanyalah
memikirkan keuntungan pribadinya saja serta mengambil muka kepada penguasa
kompeni. Pada waktu itu wakil kompeni yang ditunjuk oleh Belanda untuk menguasai
daerah Kemayoran itu, adalah bernama tuan Rusendal, seorang Belanda. Di
dalam melaksanakan perintah di daerah ini, Rusendal memerintahkan Bek Lihun
memeras rakyat dengan segala macam pajak. Lalu Bek Lihun menugaskan pula
bawahannya Mandor Bacan untuk melaksanakan segala macam pungutan liat tersebut.
Siapa yang membangkang akan mereka siksa dan mereka bunuh.
Pihak kompeni di dalam melaksanakan pemerintahan di
daerah ini, tidaklah memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka tidak
memperhatikan jaminan keamanan di kampung tersebut. Kalau ada para pengacau
memasuki kampung, mereka tidak memperdulikan, melainkan hanya menjaga
kesalamatan mereka sendiri saja. Ataupun selama kepentingan mereka tidak
terganggu, mereka bersikap apatis terhadap gangguan-gangguan perampok tersebut.
Tetapi kalau sampai kepentingannya dihalangi, misalnya ada seorang jagoan yang
berwatak baik mencoba menghalangi para perampas rakyat kakitangan kompeni,
mereka baru bertindak dengan mengadakan penangkapan-penangkapan. Setelah
berhasil ditangkap, lalu dijebloskan ke dalam penjara.
Pada suatu hari di kampung Kemayoran diadakan derapan
padi (panen memotong padi). Setelah meminta izin kepada penguasa, maka
rakyat diperbolehkan melaksanakan upacara tersebut dengan syarat setiap lima
ikat padi yang dipotong, satu ikat adalah untuk yang memotong, sisanya empat
ikat untuk kompeni. Petugas yang mengawasi jalannya upacara itu ditunjuk Mandor
Bacan.
Beberapa waktu setelah upacara itu berjalan, ada
seorang anak gadis yang cantik ikut memotong padi. Murtado sebagai pemuda
kampung itu juga ikut di samping gadis tersebut. Mereka rupanya sudah lama
berkenalan. Tiba-tiba Mandor Bacan melihat ke arah gadis itu dan menegurnya
dengan kasar “Hei, gadis cantik, kamu jangan kurang ajar dan berlaku curang ya!
Coba saya lihat ikatan padimu, ini terlalu besar”.
Setelah berkata demikian, Mandor Bacan menarik
ikatan padi itu dengan belatinya, kemudian gadis itu dipegangnya. Dengan
menyeringai melihat wajah gadis itu, Mandor Bacan mulai ingin mempermainkan
gadis ini. Dia menjadi bernafsu melihat kecantikan wajahnya. Tetapi ketika
Mandor Bacan ingin memegang pipi gadis ini, tiba-tiba pisau belatinya ada yang
menangkisnya, sehingga terpental jauh. Rupanya Murtado yang melihat kejadian
tersebut merasa gemas akan sikap Mandor Bacan. Lalu terjadilah perkelahian
antar Mandor Bacan melawan Murtado. Dalam perkelahian itu Murtado
memperlihatkan ketinggian ilmu beladirinya, sehingga Mandor Bacan dapat
dikalahkan dan lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Kejadian ini
dilaporkannya kepada Bek Lihun. Mendengar laporan mandornya, Bek Lihun menjadi
marah dan mengancam Murtado. Tetapi Murtado sudah mempersiapkan diri dan ketika
dicari oleh Bek Lihun dan anak buahnya, tidak dapat dijumpainya.
Setelah puas mencarinya, tetapi tidak bertemu
Murtado, pada suatu hari Bek Lihun yang merasa penasaran mampir untuk
minum-minum di sebuah warung kopi. Kemudian di warung itu ada beberapa orang
anak muda, yang ternyata mereka itu adalah teman-teman Murtado, tetapi Bek
Lihun tidak mengetahuinya. Beberapa waktu kemudian, ketika sedang minum-minum,
lihatlah Murtado di depan warung itu. Melihat Murtadi lewat lalu Bek Lihun
bangkit dari duduknya dan mengejar pemuda itu. Setelah bertemu lalu
dihadangnya. Tetapi Murtado tenang-tenang saja.
Ketika Murtado akan meneruskan langkahnya,
tiba-tiba Bek Lihun memegang bahunya seraya berkata: “Hei, pemuda sombong! Kamu
sok jago ya? Jangan berlagak membela rakyat. Aku jijik melihat sikapmu. Kalau
kamu benar-benar berani coba rasakan kepalan tanganku ini!” Murtado masih saja
bersikap tenang, kemudian menjawab: “Hei
Lihun pemeras rakyat, kamu jangan murtad ya! Kalau kerjamu hanya memeras
rakyat, pastilah Tuhan akan menghukummu. Tidak ada satupun perbuatan keji
demikian yang direstui oleh Tuhan. Kelak kamu pasti akan hancur musnah, akibat
perbuatan jahatmu itu. Sekarang insyaflah kamu, bahwa yang kamu peras itu adalah
bangsa dan rakyatmu sendiri. Kalau kamu tidak insyaf aku sendirilah yang
pertama akan menentangmu!”
Mendengar kata-kata Murtado in makin marahlah Bek
Lihun. Kemudian berkata: “Hei anak
kemarin, kamu jangan banyak bicara! Kamu masih belum tahu apa-apa, ilmumu belum
seberapa, jangan berani mencoba-coba. Aku pecahkan kepalamu, kamu baru tahu”.
Sambil berkata demikian, Bek Lihun mengayunkan
kepalannya ke kepala Murtado. Tetapi Murtado mempersiapkan ilmu beladiri
sebaik-baiknya. Dia merasa yakin, bahwa dia pasti ditolong Tuhan karena dia
membela yang benar, membela rakyatnya daripada pemerasan kakitangan penjajah
Belanda.
Ayunan kepalan tangan Bek Lihun, dapat ditangkis
oleh Murtado. Kemudian Murtado mengayunkan kakinya, tepat mengenai dada Bek
Lihun. Bek Lihun tidak dapat mengelak, lalu tertelentanglah tubuhnya ke tanah.
Dengan rasa yang mendongkol, lalu dia mencabut golok yang terselip di
pinggangnya. Tetapi Murtado tidak khawatir. Murtado hanya memperbaiki sikap
berdirinya, kemudian dengan mata yang awas dan tenang, dia memperhatikan
gerak-gerik Bek Lihun. Ketika Bek Lihun menyerang dengan golok itu, dapat
dielakkannya dan dengan sekali pukul dapatlah dipukulnya punggung Bek Lihun.
Golok itu terpental dan Bek Lihun menjerit tersungkur ke dalam selokan di pinggir
jalan. Tubuhnya terbenam ke dalam lumpur dan kakinya terasa sakit sekali tidak
dapat digerakkan. Murtado yang masih merasa kesal akan perbuatan Bek Lihun,
lalu mengangkat Bek Lihun dan memutar-mutar tubuhnya, sehingga Bek Lihun
menggelinting-gelinting dan ketakutan. Mendengar suara teriakan Bek Lihun
meminta tolong dan kesakitan pemuda-pemuda teman Murtado yang sedang duduk di
warung, datang melihat ke tempat kejadian itu. Dilihatnya Bek Lihun minta ampun
dan mengaduh-aduh kesakitan dan Murtado hanya tersenyum saja sambil
meninggalkan tempat itu. Setelah pemuda-pemuda mengetahui, bahwa Bek Lihun yang
mengaduh-aduh kesakitan, lalu diantarkan merekalah Bek Lihun ke rumahnya.
Ketika orang-orang kampung bertanya, tatkala para pemuda itu telah pulang ke
rumah mereka masing0masing. Bek Lihun yang merasa malu dikalahkan Murtado
menerangkan bahwa dia habis dikeroyok oleh teman-teman Murtado. Dia tidak
menerangkan, bahwa dia dikalahkan oleh Murtado sendiri. Dan ketika
teman-temannya bertanya kepada Murtado tentang Bek Lihun, Murtado hanya
tersenyum-senyum saja sambil menjawab: “Ah, tidak apa-apa. Saya hanya bercanda dengan Bek
Lihun. Saya hanya mengusap kepalanya saja, tahu-tahu dia jumpalitan saja ke
bawah”. Tetapi di dalam hatinya, dia
memang ingin memberikan pelajaran kepada penguasa kampung yang memeras rakyat
tersebut. Dia merasa bahwa hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus
dilaksanakannya yaitu membela kepentingan rakyat.
Semenjak kejadian itu, Bek Lihun bertambah
penasaran hatinya. Dia ingin membalas dendam untuk mengalahkan Murtado agar
dapat lebih leluasa memeras penduduk Kemayoran. Untunk mencapai maksudnya ini,
dicarinya dua orang tukang pukul dari Tanjung Priok untuk membunuh Murtado.
Pada suatu malam, Murtado pulang ke rumahnya, tiba-tiba ia dicegat orang. Kedua
orang ini mengancam Murtado adar menghentikan tindakan-tindakannya membela
penduduk kampung dan jangan menghalang-halangi tindakan Bek Lihun. Mendengar
mereka berdua adalah suruhan Bek Lihun. Tetapi Murtado tetap pada pendiriannya
untuk melawan setiap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh Bek Lihun dan
kompeni. Dengan pikiran demikian, maka tidak gentar hatinya menghadapi kedua
orang tersebut. Maka terjadilah perkelahian antara Murtado melawan kedua orang
suruhan Bek Lihun itu. Dalam perkelahian itu salah seorang musuhnya dapat
dikalahkan dan mati. Seorang lagi lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu
dan melaporkan semua kejadian ini kepada Bek Lihun. Mendengar laporan orang
suruhannya itu Bek Lihun menjadi jengkel, kemudian mulai mengatur siasat
memfitnah Murtado membunuh orang di daerah Kwitang.
Murtado setelah kejadian itu, tatap saja tenang.
Dia merasa yakin, bahwa orang yang berbuat baik selalu dilindungi Tuhan.
Murtado kemudian menggabungkan diri bersama-sama teman-temannya untuk melatih
diri menyanyi Kasidah. Sedang mereka bernyanyi lagu-lagu Kasidahan itu,
tiba-tiba datang dua orang polisi kompeni untuk menangkap Murtado dengan
tuduhan telah melakukan pembunuhan di daerah Kwitang. Namun teman-teman Murtado
membela dan mempertahankan bahwa Murtado semenjak sore berada di tempat ini,
jadi tidak mungkin melakukan pembunuhan malam itu. Akhirnya karena pembelaan
teman-teman itu, maka polisi kompeni tidak berhasil menangkap Murtado. Lalu
gagal pulalah rencana Bek Lihun untuk mencelakakan Murtado.
Menghadapi kejadian ini, Bek Lihun belum puas
hatinya. Ia lalu berpikir bagaimana caranya agar dapat mencelakakan Murtado.
Setelah kegagalan rencananya itu, lalu dipanggilnya lagi tiga orang jagoan yang
berwatak jahat, yang berasal dari daerah Pondok Labu, Kebayoran Lama. Ketiga
orang jagoan yang berwatak jahat ini, setelah diberi upah dan bayaran yang
tinggi bersedia melenyapkan Murtado. Ketiga orang itu bernama Boseh, Kepleng,
dan Boneng.
Ketiga orang itu ditugaskan Bek Lihun untuk
membunuh Murtado di rumahnya ketika sedang tidur di malam hari. Caranya ialaha
dengan menggasir (menggali tanah untuk masuk ke dalam) di malam hari. Melalui
lubang yang digali itu mereka akan dapat masuk ke dalam rumah Murtado.
Dengan rencana yang jahat itu, pada suatu malam
yang sepi, berangkatlah Boseh, Kepleng, dan Boneng menuju rumah Murtado.
Setelah dilihatnya keadaan Murtado sepi, mulailah ketiga orang itu menggali
lobang dalam tanah yang menembus ke lantai rumah Murtado. Setelah beberapa lama
menggali, lalu tembuslah lobang itu ke dalam rumah Murtado. Ketika itu Murtado
sedang tidur, tetapi tiba-tiba ia mendengar suara orang berbisik-bisik. Setelah
diintipnya, terlihat dua orang yaitu Kepleng dan Boneng sedang
merangkak-rangkak dalam lobang itu, sedang bersiap-siap untuk masuk. Di
tangannya terlihat golok yang sangat tajam.
Sekarang mengertilah Murtado, bahwa dia sedang
dcari oleh dua orang penjahat untuk membunuhnya. Melihat situasi yang gawat
ini, lalu dengan cepat Murtado berpikir, bahwa dia harus segera melakukan
tindakan. Dia berdo’a kepada Tuhan, agar Tuhan melindunginya. Lalu teringatlah
dia akan lampu tempel yang terpasang di pintunya. Dengan cepat lampu
ditendangnya sehingga ruangan menjadi gelap gulita. Dalam kegelapan itu
terjadilah kegaduhan. Rupanya Kepleng dan Boneng terkejut dan tersungkur saling
bertindihan. Mendengar suara ramai-ramai ini, lalu masuk pulalah Boseh yang
sedang bertugas menjaga di luar. Ketika sampai di dalam dilihatnya ruangan
sudah gelap gulita. Ketika dia sedang meraba-raba, terabalah tubuh Kepleng.
Kepleng mengira Murtado, lalu dibabatlah dengan goloknya. Terpekiklah boseh
kesakitan. Dalam keributan itu, Murtado menggunakan kesempatan yang baik untuk
memukul lawan-lawannya.
Perkelahianpun terjadi antara Murtado melawan
musuh-musuhnya yang jahat itu. Akibat teriakan-teriakan Boneng, tiba-tiba
penduduk kampung menjadi ramai dan teman-teman Murtado mengepung rumah itu
karena dikiranya ada maling. Setelah penduduk membawa lampu, terlihatlah
perkelahian antara Murtado melawan kedua orang jagoan suruhan Bek Lihun itu,
sedang seorang lagi tergeletak di lantai berlumuran darah. Kedua orang ini
akhirnya dapat dikalahkan Murtado dan dengan bantuan penduduk ketiga orang ini
dapat diserahkan kepada Bek Lihun sebagai penguasa kampung. Penduduk sangat
marah, ingin mengeroyok ketiga penjahat itu, tetapi dapat dicegah oleh Murtado
yang memerintahkan agar diserahkan saja kepada yang berwajib. Dengan tuduhan
ingin merampok, maka ketiga orang itupun ditahan oleh kompeni.
Rupanya Bek Lihun belum puas dengan
rencana-rencananya untuk mencelakakan Murtado ataupun untuk membalas sakit
hatinya. Pada suatu malam, didatangilah rumah gadis teman baik Murtado yang
dahulu bersama-sama memotong padi dengan Murtado. Setelah masuk ke dalam rumah
itu, lalu ditangkaplah gadis tersebut untuk diperkosanya. Gadis tersebut
menjerit. Kebetulan Murtado akan berkunjung ke rumah tersebut. Mendengar
teriakan ini, Murtado buru-buru masuk ke dalam rumah gadis tersebut. Setelah
dilihatnya di dalam kamar ternyata Bek Lihun akan memperkosa gadis ini,
hilanglah kesabarannya. Dengan sangat marah ditendangnya dan dihajarnya Bek
Lihun hingga babak belur. Akhirnya Bek Lihun minta ampun dan berjanji tidak
akan melakukannya lagi. Setelah kejadian-kejadian itu, maka mulai insyaflah
Bek Lihun. Dia mulai menghargai pemuda kampungnya yang bernama Murtado.
Ketika itu beberapa gerombolan perampok di bawah
pimpinan Warsa mulai mengganas di Kemayoran. Setiap malam mereka
menggarong dan merampas harta benda penduduk. Kadang-kadang juga melakukan
pembunuhan. Menghadapi hal ini Bek Lihun merasa kewalahan dan karena mendapat
teguran dari kompeni, karena tidak lagi dapat menjaga keamanan di kampungnya,
sehingga pajak-pajak yang diharapkan kompeni tidak berjalan dengan lancar. Bek
Lihun akhirnya meminta bantuan kepada Murtado. Murtado menyadari, bahwa mereka
juga bertanggung jawab atas keamanan kampung tersebut, akhirnya menyetujui
permohonan Bek Lihun. Bersama dua orang temannya yang bernama Saomin dan
Sarpin dicarinyalah markas perampok-perampok itu di daerah Tambun dan
Bekasi, tetapi tidak ditemui.
Kemudian mereka pergi ke daerah Kerawang. Di sana
dijumpainyalah gerombolan Warsa dan dengan kegagahan serta ilmu beladiri yang
tinggi, dapatlah gerombolan itu dikalahkan dan menyerah. Warsa sendiri mati
dalam perkelahian itu. Oleh Murtado dan teman-temannya semua hasil rampokan
gerombolan itu diambil dan dibawanya pulang kembali ke Kemayoran. Kemudian
dikembalikan lagi kepada pemiliknya masing-masing. Akhirnya semua rakyat di
daerah Kemayoran merasa berhutang budi kepada Murtado dan merasa berterima
kasih. Demikian pula penguasa kompeni Belanda sangat menghargai jasa-jasa
Murtado dan ingin mengangkatnya menjadi Bek di daerah Kemayoran menggantikan
Bek Lihun. Tetapi tawaran Belanda ini ditolaknya, karena dia tidak ingin
menjadi alat pemerintah jajahan dan lebih baik hidup sebagai rakyat biasa dan
ikut bertanggung jawab akan keamanan rakyat serta berusaha untuk membebaskan
rakyat dari cengkeraman penjajahan, penindasan, dan pemerasan.
https://pencaksilat.wordpress.com/2007/01/04/murtado-macan-kemayoran/
No comments:
Post a Comment